KARO - Jelang Pemilihan kepala daerah serentak di Kabupaten Karo yang sudah diambang pintu. Tingkat elektabilitas dan popularitas pasangan calon (Paslon) Abetnego Tarigan - Edy Suranta Bukit nomor urut 1, terlihat semakin naik atau melambung.
Buktinya, sejak debat publik perdana dan adanya kontrak politik dengan Asosiasi Petani dan Pelaku Usaha Holtikultura (APPUHK) Kabupaten Karo pada Minggu 27 Oktober kemarin.
Kandidat yang 'Berkelas' ini, kembali mulai diserang pasukan siber atau akun anonim yang iri akan kepopuleran Abetnego - Edy. Setiap detik pasukan siber diduga 'Suruhan' Paslon lain, terus membuat status menyinggung harga wortel di beranda facebook.
Baca juga:
Menunggu Adu Gagasan Para Capres
|
"Yah, mungkin sudah 'Kepanasan' dan 'Baper' melihat dukungan suara terhadap Abetnego - Edy semakin masif. Tampaknya mulai gugup jika paslonnya tak terpilih. Karena diberbagai tempat, banyak juga masyarakat yang beralih pilihan ke Paslon ABDI, " ujar Ketua DPW Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Sumut, Anita Theresia Manua, Rabu (30/10-2024) di Kabanjahe.
Menurutnya, seiring dengan berjalannya waktu mendekati pemilihan yang telah diambang pintu. Dukungan suara masyarakat melalui deklarasi terhadap Paslon Abetnego - Edy semakin keras.
Akibat hal itu, persaingan untuk mencuri perhatian masyarakat semakin ketat. Para pendukung paslon lain terkesan mulai 'Ketar-ketir'. Strategi black campaign kembali disusun pasukan siber.
"Mungkin gak ada celah sedikitpun untuk menjatuhkan Abetnego - Edy. Apalagi isu numpang celup alias 'Nucel' dibalik terealisasinya pembangunan jalan di Liang Melas Datas (LMD) dapat 'Terpatahkan', " pungkasnya.
Lagian, sambung Anita lagi, dilihat dari track record atau rekam jejak sebagai Deputi II Bidang Pembangunan Manusia di KSP. Abetnego Panca Putra Tarigan sudah sangat berpengalaman diberbagai bidang.
"Intinya hanya dia satu-satunya paslon yang begitu berani melakukan kontrak politik dengan masyarakat khususnya petani. Artinya, ia memiliki power merespon kegundahan dan kegelisahan masyarakat melalui kontrak politik, " bebernya.
Sementara kontrak politik itu, sangatlah sah dan menguntungkan masyarakat, bukan menguntungkan pasangan calon. Karena, tidak semua paslon berani membuat atau melakukan kontrak politik langsung dengan masyarakat.
"Kontrak politik itu muncul karena adanya kegamangan dan kegelisahan masyarakat atas disparitas pembangunan yang terjadi selama ini. Jadi aspirasi masyarakat dituangkan dalam bentuk ikatan yang legal dan punya dasar hukum diantara mereka, " ujarnya mengakhiri.
(Anita Theresia Manua)